Hidayah Allah dalam Pendidikan Anak
Bagi orangtua atau pendidik, selain harus tetap berupaya membimbing, mengarahkan dengan berbagai nasihat, juga tidak lupa untuk selalu memanjatkan doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagai orangtua atau pendidik harus meyakini sepenuhnya bahwa yang memberi hidayah adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنْ يَهْدِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf: 178)
فَإِنَّ اللهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.” (Fathir: 8)
Hadits dari Sa’id bin Al-Musayyab, dari ayahnya, yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, mengungkapkan betapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tak memiliki daya untuk memberikan hidayah taufiq kepada paman beliau, Abu Thalib. Sehingga pamannya mati dalam kekafiran. Maka turunlah ayat:
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah memerinci masalah hidayah menjadi dua macam. Pertama, al-huda (petunjuk) dengan makna ad-dalalah (tuntunan) dan al-bayan (penjelasan). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى
“Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) dari petunjuk itu.” (Fushshilat: 17)
Kedua, al-huda (petunjuk) dengan makna at-taufiq dan al-ilham. Inilah yang tidak ada pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak ada kekuasaan pada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk memberi hidayah) kecuali (hidayah ini dari) Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (Al-Qashash: 56) [Syarh Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, hal. 8-9)
Dengan memahami dan meyakini masalah hidayah ini, setidaknya bisa melecut diri untuk senantiasa bersabar dalam menunaikan kewajiban mendidik anak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ
“Maka bersabarlah, sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Hud: 49)
Pendidik (orangtua) harus tetap gigih mengarahkan, membimbing, menuntun dan memberi keteladanan pada anak. Mudah-mudahan dengan segenap upaya ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi hidayah dan taufiknya kepada anak.