Kita Bersaudara
Berpegang teguh pada Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, merupakan wasiat agung yang telah diwasiatkan oleh beliau di saat menjelang ahir hayat beliau.
Keduanya adalah kunci yang membukakan bagi umat pintu menuju jalan kebenaran.
Dan dalam memahami keduanya, tentu kita harus mengenyampingkan hawa nafsu dan kepentingan pribadi atau kelompok.
Keduanya harus dipahami sesuai dengan pemahaman para sahabat radiyallahu ‘anhum, para tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan benar.
Mereka adalah generasi terbaik yang telah mendapat tazkiah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Generasi terbaik adalah generasiku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya.” (HR. Bukhori-Muslim)
Dan Imam Malik rahimahullah pernah berkata,
“Umat ini tak akan menjadi baik, melainkan dengan apa yang pernah menjadikan baik umat terdahulu.”
Jikalau pun kemudian ada perbedaan diantara kita dalam disiplin memahami atau bertaqlid pada mazhab, maka Imam Syafi’i rahimahullah menjadi teladan dalam hal ini, tatkala beliau berkata kepada sahabatnya Abu Musa,
يا ابا موسى ! الم نكن اخوة و ان نختلف في امر من الامور
Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara, meskipun kita berbeda dalam suatu perkara.
Dalam atsar disebutkan bahwa para sahabat dan para tabi’in, dahulu mereka seringsekali saling membacakan surat Al ‘Ashr.
Saling berwasiat dan menasehati dengan kebenaran dan kesabaran.
Namun kini, terjadi fitnah dimana banyak diantara kita bukan saling membacakan surat Al ‘Ashr, tapi justru saling membacakan surat Al Kafirun.
“Lakum dinukum waliyadin”
Seakan-akan kita telah memiliki agama masing-masing. Padahal BUKANKAH KITA MASIH SATU BENDERA LAA ILAAHA ILLALLAAH MUHAMMADUN RASUULULLAAH.
Semoga kita selalu legowo dalam saling nasihat menasehati, bukan malah kekeh saling berpaling.
اللهم اصلح ذات بيننا و الف بين قلوبنا
Yaa Allaah perbaikilah hubungan diantara kami dan satukanlah hati-hati kami.