Kadar Nafkah Yang Wajib Atas Suami
Tanya :
Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin ditanya: “Kebanyakan para istri menuntut suami dengan tuntutan di luar kemampuan-nya dengan anggapan bahwa demikian itu adalah hak para istri. Apakah hal tersebut dibenarkan?”
Jawab :
Sikap dan tindakan tersebut sangat tidak dibenarkan, berdasar-kan firman Allah :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuan-nya. Dan orang yang disempitkan rizkinya kendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya”. (Ath-Thalaq: 7).
Tidak boleh wanita menuntut sesuatu di luar kemampuan suaminya dan tidak dibolehkan menuntut sesuatu yang di luar kewajaran walaupun suami-nya mampu, berdasarkan firman Allah :
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut”. (An-Nisa’: 19). Dan juga firman Allah: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”. (Al-Baqarah: 228).
Sebaliknya suami tidak boleh menahan harta dan tidak memberi nafkah kepada istri secara wajar sebab sebagian suami yang bakhil menahan harta-nya dan tidak mau memberi nafkah kepada istrinya, dalam kondisi seperti ini istri boleh mengambil nafkah dari harta suaminya walaupun tanpa sepenge-tahuannya. Dalam suatu riwayat Hindun binti Utbah mengeluh kepada Rasulullah bahwa suaminya, Abu Sofyan bakhil (pelit/kikir) tidak memberi nafkah secara wajar kepada keluarganya, beliau bersabda:
(( خُذِيْ مَا يَكْفِيْكِ مِنْ مَالِهِ وَيَكْفِيْ بَيْتَكِ بِالْمَعْرُوْفِ ))
“Ambillah dari hartanya yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan keluargamu”.