MEMBIASAKAN KEBAIKAN KEPADA ANAK

Seyogyanya seorang anak dilatih dan dibiasakan melakukan ketaatan dan amal kebajikan serta meninggalkan kemungkaran sejak kecil, siapa yang terbiasa di atas sesuatu maka ia menjadi tabiatnya, belajar di waktu kecil ibarat mengukir di atas batu, kebaikan yang dibiasakan oleh bapak ibu terhadap anak akan membekas sedemikian kuat pada jiwa sehingga anak akan tumbuh dan menjadi dewasa di atas kebaikan tersebut, seorang penya’ir berkata,

وَيَنْشَأُ نَاشِىءُ الْفِتْيَانِ مِنَّا عَلَى مَا كَانَ عَوَّدَهُ أَبُوْهُ

Para pemuda di antara kami tumbuh dengan kebiasaan yang dibiasakan oleh para orang tua mereka.

Di antara petunjuk beliau shallallohu ‘alaihi wasallam adalah membiasakan seorang anak untuk melakukan kebaikan sejak kecil, bahkan mendorong mereka untuk melakukannya, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda:

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَـاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melakukan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka karena meninggalkan shalat ketika mereka berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud.

Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda demikian sekali pun anak-anak belum menerima beban taklif untuk membiasakan mereka di atas kebaikan. Namun perlu dipahami bahwa hadits ini tidak berarti anak baru diajari shalat ketika usianya menginjak tujuh tahun, bukan, akan tetapi jangan membiarkannya berumur tujuh tahun tanpa diajari shalat.

Pada suatu ketika Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melihat al-Hasan bin Ali memasukkan sebiji kurma sedekah (zakat) ke mulutnya, lalu beliau shallallohu ‘alaihi wasallam mengeluarkannya dari mulutnya dan berkata,

كُخْ! كُخْ! أَمَا عَلِمْتَ أَنَّا -آلَ مُحَمَّدٍ- لاَ نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ.

“Ekh, ekh, ayo keluarkan! Apakah engkau tidak tahu sesungguhnya kita -keluarga Muhammad- tidak memakan sedekah.” Muttafaq alaihi.

Demikian pula mereka (para Sahabat) selalu membiasakan anak-anaknya untuk berpuasa dan membuat mainan dari bulu dalam rangka menunggu waktu Maghrib tiba sehingga mereka tidak merasakan lapar.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari ar-Rubayyi’ binti Muawwidz berkata bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam mengutus utusan ke kampung-kampung Anshar di sekitar Madinah di pagi hari Asyura`, “Barangsiapa telah berpuasa maka hendaknya melanjutkan puasanya dan barangsiapa berbuka maka hendaknya dia menyempurnakan sisa harinya.” Ar-Rubayyi’ berkata, “Setelah itu kami berpuasa dan mengajak anak-anak kami yang masih kecil untuk berpuasa, kami berangkat ke masjid dan kami membuatkan untuk mereka mainan dari bulu domba, jika salah seorang dari mereka menangis minta makan maka kami memberikan mainannya di saat berbuka.”

Mereka juga menjadikan anak-anak kecil untuk menjadi imam dalam shalat jika mereka lebih banyak hafal al-Qur`an walaupun umurnya lebih muda, sebagaimana yang terjadi pada Amru bin Salamah, sekalipun diua baru berumur enam atau tujuh tahun, kaumnya menjadikannya sebagai imam karena dia yang paling banyak al-Qur`annya, haditsnya diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Dan akan dijelaskan bahwasanya Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam berkata kepada Umar bin Abi Salamah:

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ.

“Wahai anak, sebutlah Nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah dari makanan yang dekat denganmu.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Demikian pula yang dilakukan oleh para Sahabat bahwa mereka menyertakan anak-anak mereka melaksanakan ibadah haji dengan fatwa dari Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang wanita mengangkat seorang anak dan berkata, “Ya Rasulullah, apakah anak ini meraih haji?” Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ya dan bagimu pahala.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Mulai Konsultasi
Assalamualaikum, Ada yang bisa kami bantu?