Jangan Kau Ucapkan

Saya yakin Anda pernah sangat jengkel dan marah kepada suami atau istri, wajar saja, manusia marah dan rela, itu biasa, tetapi yang penting adalah kendali diri saat marah, karena marah adalah emosi dan emosi cenderung menutup nalar pikiran, karena itu menahan lisan adalah sesuatu yang wajib agar ia tidak mengucapkan kata-kata yang menjadi kapak penghancur hubungan di antara kalian berdua.

Maksudku adalah kata-kata tajam yang melukai yang berkaitan dengan perasaan pengucapnya terhadap pihak yang mendengarnya, selanjutnya pendengarnya memahami bahwa pengucapnya tidak menerimanya dan tidak selaras dengannya. Suami berkata kepada istri atau sebaliknya, “Aku tidak menyintaimu.” “Seandainya dulu aku menerima fulan atau fulanah, niscaya hidupku saat ini bahagia.” “Kamu tidak punya tempat dalam hatiku.” “Menikahimu adalah keputusan terburu-buru atau salah.” “Hidup bersamamu tidak kuat dipikul.” Aku sabar bersamamu hanya demi anak-anak.” Kata-kata sepertinya yang lebih ringan atau lebih berat yang meninggalkan efek negatif pada jiwa.

Kata-kata ini memberangus perasaan aman di antara suami istri, mengangkat apa yang tersisa bagi masing-masing suami istri di hati pasangannya, padahal secara umum kata-kata seperti ini tidak terucap dengan keyakinan, akan tetapi saat emosi atau secara spontan, tetapi sayangnya ia tetap bukan alasan dan tetap mengakibatkan menjauhnya hati suami istri dari yang lain, bahkan bisa menyeret ke perpisahan jasmani yaitu talak manakala pihak lain menyambutnya dan menjadikannya acuan dalam bertindak terhadapnya.

Ada kata-kata yang bila ia bisa berkata kepada pengucapnya, niscaya ia akan berkata, “Jangan mengucapkanku.” Ada kata-kata yang pengucapnya berharap bumi terbelah dan menelannya sehingga tak terdengar oleh siapa pun. Akhirnya aku menarik kesimpulan, tidak ada yang lebih baik saat marah kecuali diam, bila tidak ada pengakuan maaf, maka hendaknya diskusi ditunda saat kedua belah mulai tenang agar kata-kata kita lebih bijak dan masuk akal. Terkadang keadaan menuntut kita meninggalkan tempat.

Tips mengatasi amarah:

1- Istiadzah kepada Allah dari setan yang terkutuk. Dari Sulaiman bin Shurad bahwa dua orang saling mencaci di depan Nabi, hingga salah satu dari keduanya bermuka merah, Rasulullah melihat dan bersabda, “Sungguh aku mengetahui satu kalimat yang bila mengucapkannya niscaya apa yang dirasakannya akan hilang, ‘Audzu billah min asy-syaitan ar-Rajim.” Muslim

2- Diam. “Bila salah seorang di antara kalian marah maka hendaknya diam.” Musnad Ahmad.

3- Mengingat wasiat Rasulullah, “Jangan marah.” Al-Bukhari.

4- Barangsiapa menahan marahnya, Allah akan mempersilakannya memilih bidadari di hari Kiamat. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad.

5- Menahan amarah termasuk sifat orang-orang yang bertakwa dan berbuat baik, sebagaimana dalam surat Ali Imran: 133-134.

6- Melakukan shalat karena ia adalah benteng penangkal setan. At-Tirmidzi.

7- Menahan amarah adalah sifat sempurna. “Orang kuat bukanlah orang yang kuat membanting lawan, akan tetapi orang kuat adalah orang yang menguasai dirinya saat marah.” Muttafaq alaihi.

8- Menahan amarah dicintai oleh Rasulullah. “Tidak ada satu tegukan yang paling aku cintai daripada sebuah tegukan amarah yang ditahan oleh hamba Allah.” Ahmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Mulai Konsultasi
Assalamualaikum, Ada yang bisa kami bantu?