Ibadah Paling Berat
Setiap ibadah memang terasa berat dilakukan oleh jiwa. Karena pada asalnya, jiwa manusia itu selalu mengajak kepada keburukan.
Namun ada satu ibadah yang paling berat dibandingkan dengan ibadah apa pun. Bahkan sekelas Nabi صلى الله عليه وسلم pun hampir-hampir merasa berat dengan ibadah yang satu ini.
Ibadah itu ialah, istiqamah.
Ya. Karena kelaziman daripada istiqamah ialah, seorang harus beribadah rutin terus menerus, tanpa turun semangat, tanpa berhenti, tanpa terputus, hingga akhir hayatnya.
Shalat memang berat bagi mayoritas manusia, namun istiqamah di dalam melaksanakan shalat hampir-hampir tidak menyisakan sedikit pun dari manusia.
Sedekah memang berat bagi orang bakhil, namun istiqamah di dalam bersedekah juga terasa berat bagi orang dermawan sekalipun.
Membaca Al-Qur’an dan berdizikir terasa berat bagi kebanyakan manusia, namun istiqamah di dalam melakukannya lebih terasa berat lagi.
Dan demikianlah, istiqamah itu. Tidaklah ia masuk dalam sebuah ibadah, melainkan ia akan menjadikannya lebih berat lagi bagi jiwa.
Berkata Ibnu Abbas رضي الله عنهما, “Tidak ada ayat yang turun, yang lebih berat dan lebih memayahkan Nabi صلى الله عليه وسلم daripada firman ALLAH,
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Maka tetaplah kamu beristiqamah pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS. Hud : 112]
Karenanya beliau صلى الله عليه وسلم pernah bersabda kepada para sahabatnya ketika mereka bertanya, ‘Wahai Nabi, kenapa uban Anda cepat sekali muncul?.’
Beliau menjawab, ‘Surat Hud telah membuatku beruban…’.” [Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, 2/9]
Dan untuk mengistiqamahkan jiwa itu butuh proses yang amat panjang.
Bukan sebulan dua bulan, setahun dua tahun.
Berkata Muhammad bin al-Mukandir,
كابدت نفسي أربعين سنة حتى استقامت
“Aku mengekang jiwaku selama empat puluh tahun, barulah aku bisa beristiqamah.” (Hilyatul Auliya, (3/147)).
Baru setelah 40 tahun beliau membiasakan suatu ibadah, maka beliau baru mendapati jiwanya bisa beristiqamah.
Makanya jangan sampai kita ujub, bangga diri, merasa hebat dengan ibadah kita selama ini, karena belum tentu kita bisa beristiqamah.
Namun kita senantiasa berdoa, mudah-mudahan ALLAH تبارك وتعالى memberikan kita taufiq untuk senantiasa istiqamah di dalam mengerjakan apa-apa yang dicintai-NYA dan menjauhi apa-apa yang dilarang-NYA.