Sunnahnya Dua Rakaat Antara Adzan dan Iqomat
Dari Abdullah bin Mughaffal –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ، بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ ، ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ
“Di antara setiap adzan dan iqamah ada shalat, di antara setiap adzan dan iqamah ada shalat, kemudian beliau bersabda untuk yang ketiga kalinya: “bagi yang mau (melaksanakan)”. (HR. Bukhori: 627 dan Muslim: 838)
Maksud antara dua adzan adalah adzan dan iqamah.
Al Khothabi berkata: “Yang diinginkan oleh beliau dengan dua adzan adalah adzan dan iqamah, salah satu nama dibawa untuk penamaan nama lainnya, seperti ucapan lain: Al aswadan berarti kurma dan air, yang berwarna hitam hanya salah satu dari keduanya, dan seperti ucapan lain: sirah umaraini yang berarti biografi Abu Bakar dan Umar. Dan bisa jadi masing-masing dari kedua nama tersebut sesuai dengan faktanya; karena adzan berarti pemberitahuan, adzan pemberitahuan akan masuknya waktu, dan iqamah adalah pemberitahuan untuk melaksanakan shalat”.
Hadits ini menjadi dalil akan sunnahnya shalat dua rakaat di antara setiap dua adzan. Dan telah disebutkan sebelumnya penjelasannya pada jawaban soal nomor: 163470 .
Hukum asal dari setiap hukum syar’i adalah berlaku umum untuk laki-laki dan wanita
Hukum asal dari setiap hukum syar’i adalah berlaku umum untuk laki-laki dan wanita selama tidak ada dalil yang mengkhususkan untuk laki-laki saja tanpa wanita atau sebaliknya.
Syeikh Ibnu Utsaimin berkata di dalam As Syarhu Al Mumti’ (3/27): “Hukum asalnya adalah apa yang telah ditetapkan untuk hak laki-laki maka ditetapkan pula untuk hak perempuan, dan apa yang telah ditetapkan untuk hak perempuan maka ditetapkan pula untuk laki-laki, kecuali jika ada dalilnya”.
Beliau –rahimahullah- juga berkata di dalam Fathu Dzil Jalali wal Ikram (2/530):
“Hukum asalnya adalah para wanita itu berserikat bersama para laki-laki dalam masalah hukum, kecuali jika ada dalil khusus baginya, sebagaimana hukum yang ditujukan kepada para wanita maka juga mencakup laki-laki kecuali jika ada dalil khusus baginya”.
Dan dalam masalah ini tidak ada dalil yang mengkhususkan laki-laki tanpa wanita, maka hukum berlaku tetap pada asalnya, bahwa shalat dua raka’at antara adzan dan iqamah itu hukumnya sunnah bagi laki-laki dan perempuan, baik dilaksanakan di masjid atau di rumah.
Seorang wanita tidak terikat untuk melaksanakan shalat di masjid, hanya saja shalat dua raka’at ini baginya antara adzan dan pelaksanaan shalat fardhunya, maksudnya jika seorang muadzin telah mengumandangkan adzan maka ia bisa melaksanakan shalat dua raka’at sampai ia melaksanakan shalat fardhu, meskipun sudah dikumandangkan iqamah di masjid.
Hal ini bersamaan juga seseorang yang shalat sendirian, baik wanita atau yang lainnya, disyaria’atkan untuk iqamah, maka atas dasar itulah maka shalat dua raka’atnya wanita tersebut terhitung antara adzan umum di masjid dan iqamahnya dia untuk shalatnya sendiri, dan tidak terikat dengan iqamah yang ada di masjid.
Ibnu Qudamah berkata di dalam Al Mughni (2/74):
“Dan yang lebih utama bagi setiap orang yang shalat agar mengumandangkan adzan dan iqamah, kecuali jika ia melaksanakan shalat qadha’ atau di luar waktu adzan maka tidak perlua mengeraskan suaranya”.