Keikhlasan Kita
Ketika anda memurnikan niat hanya kepada Allah dan mentauhidkannya kecendrungan anda kepada Allah untuk mewujudkan ubudiyah (penghambaan) kepadaNya, demi mencari keridhaan dan mengharap pahalaNya, itu semua adalah makna yang menunjukkan keikhlasan yang menjadi syarat segala amal perbuatan. Ikhlas adalah kata yang agung dan makna yang besar, yang amal apapun tidak diterima tanpanya. Justru disyaratkan pada setiap amal perbuatan, hendaknya amal itu berpijak diatas keikhlasan dan ittiba’ (sesuai tuntunan Rasulullah), Allah Berfirman :
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(Al Mulk : 2)
Fudhail bin Iyadh berkata tentang makna “Ahsanu amalan” : “Maksudnya adalaha amal yang paling ikhlas (khaalish) dan paling benar (shawab). Karena amal perbuatan jika ikhlas namun tidak benar, ia tidak diterima. Dan jika benar tetapi tidak ikhlas maka amal itu juga tidak diterima, hingga seluruh amal itu dikerjakannya dengan ikhlas dan benar.”
“Khaalish” atau ikhlas,* jika amal perbuatan itu hanya dikerjakan untuk Allah. Sedangkan “Shawab” atau benar, jika amal perbuatan itu sesuai dengan Sunnah Nabi.
Oleh karena itu Nabi bersabada ketika menjelaskan keutamaan amal di bulan ramadhan ini dengan hal tersebut, perhatikan sabda Nabi berikut ini :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat, atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
“Ihtisab”* dari kedua hadist diatas menurut imam Nawawi adalah jika seseorang hanya menghendaki Allah semata dan tidak ingin di lihat manusia. Juga tidak menginginkan perkara-perkaralain yang menyalahi keikhlasan.
Karena itu wahai saudaraku, bersungguh-sungguhlah dalam menjaga ketaatan anda. Sucikan ibadah serta ketaatan tersebut dari riya’, ujub (berbangga diri) dan ingin dilihat manusia. Karena “segala perkara yang dengannya seseorang menghendaki selain Wajah Allah maka perkara itu pasti sirna.