Minim Taubat
Hal ini berarti banyak maksiat dan dosa, otomatis dan jelas, karena jika taubat melimpah dalam jumlah besar niscaya dosa dan maksiat menurun, sebaliknya adalah sebaliknya. Jika taubat menghadirkan kelapangan dan kemudahan hidup, maka dosa dan maksiat mendatangkan kesempitan dan kesengsaraan hidup. Kesulitan dan kesusahan yang menimpa suatu masyarakat bisa hadir melalui pintu dosa-dosa. Jika kemungkaran mewabah, kemaksiatan merajalela maka Allah Ta’ala akan murka, akibatnya kesulitan dan kesempitan hidup bisa menjadi sebuah hukuman dariNya.
Perhatikan ucapan Nabi Nuh alaihis salam kepada kaumnya,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12(
“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan menambahkan harta dan anak-anakmu serta mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan pula di dalamnya untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12).
Janji kemakmuran dan kemudahan hidup begitu kentara dari balik permohonan ampun kepada Allah. Pertama, hujan lebat, deras dan melimpah sehingga sungai mengalir, telaga melimpah dan bendungan penuh, semua itu multiguna bagi kemudahan hidup manusia. Kedua, tambahan harta dan anak-anak sebagai tanda kemakmuran. Ketiga, kebun sebagai penghasil bahan makanan pokok dan sungai sebagai penopang bagi kebun. Penulis yakin jika ketiga perkara ini terwujud pada sebuah masyarakat maka taraf kehidupan masyarakat tersebut berangsur-angsur membaik dan selanjutnya menjadi masyarakat yang makmur.
Asy-Sya’bi berkata, “Umar bin al-Khatthab keluar meminta hujan bersama orang-orang, dan dia tidak lebih dari mengucapkan istighfar, setelah itu dia pulang, seseorang berkata kepadanya, ‘Aku tidak mendengarmu memohon hujan.’ Umar menjawab, ‘Aku memohon diturunkannya hujan dengan kunci-kunci langit yang dengannya hujan diharapkan turun.’ Lalu Umar membaca ayat di atas.
Imam al-Qurthubi menyebutkan tentang al-Hasan al-Bashri, bahwa seorang laki-laki mengadukan kekeringan kepadanya, maka dia berkata, “Perbanyaklah istighfar.” Lalu datang laki-laki kedua mengadukan kesulitan hidup, maka dia berkata, “Perbanyaklah istighfar.” Lalu datang laki-laki ketiga mengadukan kemandulan, maka dia berkata, “Perbanyaklah istighfar.” Maka seorang hadirin berkata kepadanya, “Orang-orang itu mengadukan perkara-perkara yang tidak sama namun jawaban Anda hanya satu.” Dia berkata, “Aku tidak menjawab dari diriku sendiri, akan tetapi Allah telah berfirman.” Maka al-Hasan membaca ayat di atas.
Kisah ini juga diriwayatkan dari cucu Nabi al-Hasan bin Ali semoga Allah meridhainya.
Nabi saw bersabda, “Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah) niscaya Allah memberikan jalan keluar dari setiap kesedihan, solusi dari setiap kesempitan dan Dia memberinya rizki dari arah yang tidak terduga.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim,dan dia menshahihkannya. Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq al-Musnad IV/55 berkata, “Sanadnya shahih.”)
Minimnya taubat atau berkurangnya istighfar yang berarti menjamurnya dosa-dosa adalah fenomena yang merebak di sekeliling kita. Hampir tidak ada sisi kehidupan yang steril dari penyimpangan dan pelanggaran. Bahkan dalam beberapa kondisi pelanggaran sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Yang ma’ruf menjadi mungkar dan yang mungkar menjadi ma’ruf. Kalau sudah begini kesulitan hidup rasanya sulit untuk terangkat.