Cerewetnya Orang Tua dan Temperamentalnya Anak
Cerewetnya sebagian orang tua kepada anak-anaknya bisa mengakibatkan sejumlah anak ikut menjadi cerewet, beringas, suka menyeleweng. Demikian juga “ketidaksepakatan” kedua orang tua dalam menentukan teknik atau model pendidikan anak, seringnya perselisihan kedua orang tua di depan anak-anak, akan mengakibatkan hal yang sama seperti di atas.
Sesungguhnya penyimpangan yang dilakukan anak-anak dalam bentuk cerewet, dan suka menyeleweng, atau pun beringas tidaklah mungkin bisa dikontrol oleh kedua orang tua, karena sifat mereka itu adalah hasil dari meniru kedua orang tuanya ketika mereka menghadapi masalah dengan cara cerewet, kekerasan, dan berlebih-lebihan.
Sesungguhnya perilaku kedua orang tua dengan gambaran temperamen-temperamen di atas adalah menunjukkan ketidakdewasaannya. Oleh karena itu, keduanya wajib untuk berperangai lembut dan bijak dalam memberikan solusi terhadap masalah mereka, baik yang berkenaan dengan diri mereka sendiri maupun masalah dengan anak-anak atau dengan orang lain.
Maka, seorang ibu dan bapak yang tidak mengindahkan masalah ini, ia tidak akan mengetahui bahwa dirinya dengan sekian sifat dan temperamen yang “kurang baik” itu, pada saat yang sama, ia sedang mengajari dan melatih anaknya untuk seperti dirinya dalam menghadapi capeknya kehidupan.
Dan pada masa berikutnya, sifat cerewet dan suka mengkritik orang tua kepada anaknya akan menyebabkan sang anak menjadi introvert (suka memikirkan dirinya sendiri). Dan sang anak akan menjadi menolak perilaku yang diinginkan orang tuanya dengan “perilaku yang bertentangan”. Banyak keadaan dari kenakalan anak berawal dari ketakutan akan kecerewetan orang tua mereka.
Sebagian orang tua bertanya-tanya, “Bukankah mereka berhak untuk marah karena sebab kesalahan anaknya?” Ataupun ungkapan-ungkapan lain yang menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap penyimpangan anak-anak mereka dengan membentak (kalau tidak memukul).
Kami menjawab atas pertanyaan ini bahwa kedua hal itu, memukul dan membentak, bukan merupakan solusi atas permasalahan dan kesalahan anak-anak mereka. Sebab, bermuamalah dengan anak membutuhkan “ilmu dan kefahaman serta empati terhadap kejiwaan anaknya” yang tidak hanya akan mempengaruhi bahkan akan melukai mereka dengan luka yang dalam, dan sulit untuk bisa disembuhkan dengan cepat. Sesungguhnya ungkapan “anakku selalu membuat keributan disekolah” atau “anakku tidak naik kelas” ketika melihat kekurangcerdasan anaknya, serta “selalu membantah dan melawan” semuanya dilakukan anak-anak karena meniru kedua orang tuanya.