BILA BUAH HATI TAK KUNJUNG HADIR

Salah satu tujuan mulia pernikahan adalah melahirkan generasi shalih yang akan meneruskan kehidupan Bani Adam di muka bumi secara umum dan mengemban tongkat estafeta perjuangan umat dalam menyebarkan Islam kepada alam semesta secara khusus.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً [الرعد : 38]

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelummu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (Ar-Ra’d: 38).

Lahirnya anak-anak bagi suami istri merupakan kebahagiaan yang tidak tergantikan, seorang laki-laki ba’da pernikahan berharap segera menjadi bapak, hal yang sama berlaku bagi seorang wanita, dia juga berharap menjadi ibu, keduanya berharap menimang sang buah hati hasil dari cinta kasih keduanya dalam sebuah ikatan suci pernikahan, kehadiran anak akan menjadi hiasan indah bagi bangunan rumah tangga bapak dan ibu, tanpanya hati suami istri terasa hampa, tanpanya jiwa suami istri terasa kosong, tanpanya kebahagiaan pernikahan keduanya belum lengkap dan tanpanya rumah keduanya terasa sepi.

Namun ada satu perkara yang sudah dimaklumi bersama bahwa tidak seluruh keinginan manusia bisa terwujud, tidak segala kemauan seseorang bisa terlaksana, karena hidup memiliki pengatur dan penata, di tanganNya-lah segala urusan dipegang, maka terkadang ada suami istri yang susah punya anak, keduanya sudah menikah beberapa tahun, telah menempuh segala upaya, telah melakukan segala cara dan telah berikhtiar sebatas kemampuan namun sang buah hati idaman hati belum juga lahir dan sang belahan jiwa belum juga hadir.

Sedih dan gelisah rasanya, lebih-lebih ketika orang-orang dekat di sekitar suami istri: bapak dan ibu, mertua laki-laki dan mertua perempuan, para saudara, para paman dan bibi, para ipar, keluarga besar, para tetangga dan kawan-kawan mulai menyodorkan pertanyaan yang menurut mereka ringan, namun bagi suami istri bisa merupakan tonjokan keras, “Kapan bapak menimang cucu? Kapan keponakanku hadir? Sudah sekian tahun kok masih berdua saja?” Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang senada yang mungkin maksud pengucapnya adalah menyemangati atau sekedar pemanis sapaan, tetapi bagi yang bersangkutan: suami istri, pertanyaan seperti itu bisa menjadi beban yang sangat memberatkan.

Bila hal semacam ini terjadi pada Anda sebagai suami atau sebagai istri maka silakan Anda cemas atau gelisah, lumrah dan biasa sebagai manusia, hal semacam itu manusiawi, namun jangan sampai berlebihan sehingga ia menjadi duri dalam rumah tangga yang mungkin mengarah kepada keretakan rumah tangga Anda. Sikapi hal ini dengan wajar dan proporsional.

Pertama,menyadari bahwa anak-anak adalah pemberian Allah dan Allah belum berkenan atau menunda pemberian tersebut karena suatu hikmah bijak yang Dia ketahui dan semoga Anda pun bisa berusaha untuk mengetahui. Ada apa dengan diriku sehingga Allah belum berkenan atau Dia menunda pemberian ini? Bukankah sebagai muslim kita meyakini bahwa apa pun yang Allah berikan kepada kita atau ambil dari kita merupakan kebaikan?

Kedua,menyadari bahwa anak-anak merupakan ujian dan tanggung jawab, ujian dan tanggung jawabnya tidak ringan, dengan asumsi bahwa Allah tidak memberikan anak kepada Anda, bukankah hal itu berarti Anda tidak perlu bertanggung jawab terhadap anak, ini artinya beban Anda lebih ringan.

Ketiga,melihat kepada orang-orang yang tidak Allah beri anak atau Allah menundanya, dengan melihat mereka Anda bisa sedikit terhibur, ternyata saya tidak sendiri, tidak sedikit orang yang sama dengan saya dan ternyata mereka tetap bahagia, ketidakhadiran atau tertundanya anak tidak menghalangi kebahagiaan mereka, karena sebab-sebab kebahagian itu berjumlah bukan satu saja, anak hanyalah salah satu sebab.

Menengok Nabiyullah Ibrahim al-Khalil, Allah memberinya anak manakala yang bersangkutan dan istrinya sudah tidak muda lagi, “Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira kelahiran Ishaq dan dari Ishaq akan lahir Ya’qub. Istrinya berkata, ‘Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan padahal aku adalah wanita tua dan suamiku pun sudah tua pula? Sesungguhnya ini merupakan sesuatu yang benar-benar aneh.” (Huud: 71-72).

Menegok pula Nabiyullah Zakariya, hal yang terjadi pada saudaranya Ibrahim juga terjadi padanya. “Zakariya berkata, ‘Ya Tuhanku bagaimana aku bisa mendapatkan anak sementara aku sudah sangat tua dan istriku seorang wanita yang mandul?’ Allah berfirman, ‘Demikianlah Allah berbuat apa yang dikehendakinya.” (Ali Imran: 40).

Ibrahim dan Zakariya, dua orang Nabi Allah yang mulia, kurang apa mereka berdua, pun demikian Allah tidak memberikan anak kepada mereka di awal-awal pernikahan, akan tetapi di saat di mana usia keduanya bukan muda lagi, sekian lama keduanya menanti dan akhirnya penantian itu pun tiba. Jika hal semacam ini Allah tetapkan untuk terjadi pada dua hambanya yang mulia, lalu apa anehnya jika Dia juga menetapkannya terjadi pada Anda? Tidak ada, hanya Anda perlu mengaca kepada dua hamba shalih tersebut.

Fenomena ini adalah salah satu ganjalan yang menghadang bahtera rumah tangga, bisa membuatnya oleng dan mungkin terjerembab jika suami istri tidak pandai dan bijak dalam menyikapi dan menghadapinya. Dalam artikel sebelumnya penulis telah memaparkan tiga langkah yang bisa diambil oleh suami istri yang diuji oleh Allah dengan keterlambatan kehadiran buah hati.

Keempat, bertawakal kepada Allah dengan menyerahkan masalah dan memasrahkan persoalan kepadaNya semata, biarlah Dia yang mengatur dan menata. Sikap tawakal yang sebenarnya adalah salah satu senjata seorang mukmin dalam menghadapi persoalan-persoalan sulit. Berapa banyak problem atau musykilah hidup yang terusir dan terangkat oleh sikap tawakal yang benar kepada Allah, tanpa kecuali problem kesulitan dalam mendapatkan keturunan.

“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan keperluannya.” (Ath-Thalaq: 3). Sebuah janji yang pasti dari Allah bahwa dia akan mencukupi keperluan siapa yang bertawakal kepadaNya. Keperluan apa? Segala keperluan baik, tanpa kecuali keperluan atau kebutuhan kepada hadirnya anak.

Jika Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam memberi tahu bahwa seekor burung mendapatkan rizkinya, berangkat pagi dalam keadaan perutnya kosong dan pulang sore dalam keadaan perutnya penuh, karena kesungguhannya dalam bertawakal kepada Allah, maka kita sebagai manusia yang memiliki lebih banyak cara dan sebab lebih patut untuk mendapatkan, jika kita benar-benar bertawakal kepada Allah, termasuk mendapatkan keturunan.

Namun jangan salah sangka dan jangan keliru duga, jangan mengira bahwa tawakal berarti berpangku tangan dan berdiam diri tanpa upaya dan usaha, dugaan dan sangkaan macam begini adalah keliru, ia bukan tawakal dalam arti sebenarnya, ia adalah tawakal palsu alias kelemahan, tawakal bukan kelemahan dan kelemahan bukan tawakal, muslim sejati tidak menutupi kelemahannya dengan kedok tawakal.

Upaya semaksimal mungkin dan usaha sebatas kemampuan adalah sisi lain dari tawakal selain berpasrah diri kepada Allah, ibarat mata uang yang pasti memiliki dua sisi, satu sisi tawakal adalah kepasrahan dan sisi yang lain adalah usaha, jika mata uang hanya memilik satu sisi saja maka ia tidak laku, demikian juga dengan tawakal.

Perhatikanlah seekor burung yang disabdakan oleh Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, ia bertawakal dan karena tawakalnya ia mendapatkan jatah rizkinya, namun ia tidak berdiam diri di sarangnya menunggu, sebaliknya ia berangkat pagi, untuk apa? Untuk menyongsong dan menyambut bagian rizkinya tersebut.

Dalam konteks tema kita ini penulis berkata, jika Anda bertawakal kepada Allah dengan makna yang sebenarnya maka berusahalah dan berupayalah sebatas kemampuan dan kesanggupan Anda sebagai suami atau istri. Silakan berkonsultasi dengan ahlinya, menjalani terapi tertentu, mengkonsumsi makanan tertentu atau ramuan-ramuan tertentu, karena semua itu merupakan bagian dari tawakal Anda yang sebenarnya kepada Allah Ta’ala dan setelah semua upaya sudah Anda lakukan maka serahkan segala kepada Allah.

Kelima, bersabar. Allah sedang menguji Anda dengan menunda kehadiran anak, ada kemungkinan Dia menyintai Anda, oleh karenanya Dia berkenan menguji Anda, karena jika Allah menyintai suatu kaum maka dia akan menguji mereka, siapa yang ridha maka dia mendapatkan keridhaan dan siapa yang marah maka dia mendapatkan kemarahan, ada kemungkinan ujian Allah ini karena sesuatu pada diri Anda, apa pun kemungkinannya ia akan tetap baik dan menghadirkan kebaikan selama Anda bersabar dalam menyikapi.

Keenam, berdoa. Doa adalah senjata seorang mukmin, pintu bantuan dan pertolongan yang tidak pernah tertutup, terbuka non stop dua puluh empat jam bahkan sepanjang hayat. Ketika Anda sudah bertawakal dengan melakukan berbagai macam upaya dan usaha, selanjutnya memasrahkannya kepada Allah, maka tambahi langkah tersebut dengan berdoa kepadaNya, mengetuk pintu karuniaNya semoga Dia berkenan membuka pintuNya untuk Anda.

Kembali kepada dua orang nabi Allah yang telah penulis singgung sebelumnya, Ibrahim al-Khalil dan Zakariya. Dua orang ini termasuk terlambat dalam mendapatkan anak dan keduanya tetap gigih berdoa kepada Allah sehingga harapan keduanya terwujud.

Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang-orang shalih.” Apa jawaban Tuhannya? JawabanNya, “Maka Kami memberinya berita gembira dengan seorang anak yang sangat sabar.” (Ash-Shaffat: 100-101).

Allah Ta’ala berfirman tentang Zakariya, “Di sanalah Zakariya berdoa, dia berkata, ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisiMu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha mendengar doa.” Dengan kegigihannya dalam berdoa, Allah mengabulkan, “Kemudian malaikat memanggil Zakariya pada saat dia sedang berdiri melaksanakan shalat di mihrabnya, ‘Sesungguhnya Allah menggembirakanmu dengan kelahiran seorang putra, Yahya, yang membenarkan kalimat Allah, menjadi panutan, menahan diri dari hawa nafsu dan seorang nabi termasuk orang-orang yang shalih.” (Ali Imran: 38-39).

Ketujuh, kalau Anda pikir lebih mendalam ternyata di balik keterlambatan hadirnya anak mengandung banyak pahala dari Allah. Kalau Anda bersabar maka Anda meraih pahala sabar. Kalau Anda bertawakal maka Anda meraih pahala tawakal. Kalau Anda berdoa maka Anda meraih pahala doa dan begitu seterusnya. Cobalah melihat kepada sisi ini niscaya kehampaan rumah akibat belum hadirnya anak akan terimbangi.

Kedelapan dan ini yang terakhir, mohon Anda tidak tergoda oleh langkah-langkah yang menyimpang dari ajaran agama atau cara-cara syirik untuk mendapatkan anak, tidak punya anak bukan merupakan suatu dosa, lalu untuk apa Anda harus bersusah payah meraihnya dengan melakukan syirik kepada Allah?

Jangan menjadi bapak ibu yang rela berbuat syirik kepada Allah demi kelahiran anak, hal ini Allah sebutkan dalam firmanNya, “Tatkala Allah mengaruniakan mereka seorang anak laki-laki yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah dalam hal anak yang Dia karuniakan kepada mereka. Mahasuci Allah dari perbuatan syirik mereka.” (Al-A’raf: 190).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Mulai Konsultasi
Assalamualaikum, Ada yang bisa kami bantu?