Benarkah Harta Anak Milik Ayahnya ?

Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillaah bahwasanya ada seorang laki-laki berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي مَالا وَوَلَدًا وَإِنَّ أَبِي يُرِيدُ أَنْ يَجْتَاحَ مَالِي

“Wahai Rasulullah sesungguhnya aku mempunyai harta dan anak. Sementara ayahku ingin mengambil hartaku.” Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

أَنْتَ وَمَالُكَ لأَبِيك

“Kamu dan hartamu, boleh diambil ayahmu.”
Syaikh bin ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

Status hadis ini tidaklah dha’if karena memiliki hadis-hadis penguat. Makna hadis ini adalah tatkala seorang anak itu memiliki harta maka bapaknya memiliki keleluasaan terhadap harta ini. Ia boleh mengambil harta anaknya mana saja yang ia mau tetapi dengan syarat bahkan banyak syarat:

Syarat pertama,

Dalam pengambilan harta tidak menimbulkan kemudharatan bagi anak. Apabila pengambilan tersebut menimbulkan kemudharatan, maka hal ini tidak diperbolehkan. Seperti mengambil pakaian anak yang dibutuhkan untuk melindungi (badannya) dari cuaca dingin, atau mengambil makanannya yang dibutuhkan untuk menghilangkan rasa lapar.

Syarat kedua,

Hendaknya harta yang diambil bukan termasuk kebutuhan pokok sang anak. Misalnya, jika anak tersebut mempunyai budak perempuan yang dijadikan pelayannya, maka tidak boleh sang ayah mengambilnya, karena hal ini berhubungan dengan kebutuhan sang anak. Begitu juga, seandainya sang anak hanya mempunyai sebuah mobil yang dibutuhkan untuk pulang pergi, sedangkan ia tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli mobil pengganti maka dalam kondisi seperti ini tidak boleh sang ayah mengambilnya.

Syarat ketiga,

Hendaknya sang ayah tidak mengambil harta dari salah satu anak-anaknya untuk diberikan kepada anak yang lain; karena perbuatan seperti ini menimbulkan permusuhan antara anak-anaknya. Juga karena di dalamnya ada pengistimewaan sebagian anak atas sebagian yang lain selama pihak kedua (anak yang diberi) tidak membutuhkan.

Adapun bila anak yang diberi tersebut memang membutuhkan, maka memberikan sesuatu kepada anak yang membutuhkan dan tidak memberikan kepada saudara-saudaranya yang tidak membutuhkan, di dalamnya tidak ada pengistimewaan, bahkan hal itu wajib atasnya.
Seorang ayah tidak boleh mengambil harta anaknya kemudian memberikan kepada anaknya yang lain.
Syarat keempat,
yaitu hendaknya seorang ayah mempunyai kebutuhan mendesak terhadap harta yang di ambil dari anak laki-lakinya. Syarat ini secara jelas disebutkan pada sebagian hadits.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasallam bersabda,

إن أولادكم هبة الله لكم { يهب لمن يشاء إناثاً ويهب لمن يشاء الذكور } فهم وأموالهم لكم إذا احتجتم إليها

“Sesungguhnya anak-anak kalian adalah hadiah/ pemberian dari Allah untuk kalian berdasarkan firman Allah, “Allah memberikan pada siapa yang dikehendaki seorang anak perempuan dan memberikan kepada siapa yang dikehendaki seorang anak laki-laki” (QS. Asy Syura: 49). Mereka dan harta-harta mereka boleh kalian ambil jika kalian membutuhkannya. (HR. Al Hakim (2/284), Al -Baihaqi (7/480)

“Di dalam hadits ini terdapat faidah fiqhiyyah yang sangat penting. Yaitu faidah yang menjelaskan hadits yang masyhur “Kamu dan hartamu boleh diambil ayahmu” (Al-Irwa`i 838), hal ini tidaklah diterapkan secara mutlak, dimana seorang ayah mengambil harta anaknya yang mana saja yang dia mau. Sekali-kali tidak demikian. (Akan tetapi)seorang ayah hanya boleh mengambil apa yang dia butuhkan saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Mulai Konsultasi
Assalamualaikum, Ada yang bisa kami bantu?