Penghalang Kenikmatan

Suami istri dibolehkan melakukan hubungan suami istri tanpa batas waktu, kapan pun keduanya berkehendak, kecuali saat istri sedang haid, ini adalah penghalangnya. Karena haid ini pasti terjadi pada istri yang dewasa dan sehat dan ia dalam batas tertentu menghalangi, maka patut bagi suami istri memahami masalah ini, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, sehingga kenikmatan tetap jalan tanpa menabrak portal syariat.

Menggauli istri yang sedang haid pada kelaminnya, artinya suami memasukkan, diharamkan, hal ini diijma’kan oleh para ulama. Allah berfirman, artinya,“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.” (Al-Baqarah: 222). Menjauhkan diri dalam ayat ini adalah tidak melakukan hubungan suami istri.

Yang dihalangi oleh haid adalah hubungannya, adapun selain hubungan: mencium, memeluk dan sebagainya selain menyetubuhi kelaminnya, maka ia tidak dihalangi oleh haid. Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda,

اِصْنَعُوا كُلَّ شَيْئٍ إِلاَّ النِّكَاحَ .

“Lakukan apa saja, kecuali nikah (yakni bersenggama).” (HR. Muslim).

Masruq bertanya kepada Aisyah, “Aku ingin bertanya kepadamu tetapi aku malu.” Aisyah berkata, “Katakan saja, aku adalah ibumu dan kamu adalah anakku.” Masruq bertanya, “Apa yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya yang sedang haid?” Aisyah menjawab, “Segala sesuatu kecuali kelaminnya.” Diriwayatkan ath-Thabari dalam Tafsirnya 4/378 dengan sanad yang shahih.

Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mencontohkan apa yang dilakukan suami istri kepada saat haid. Aisyah berkata, “Pernah Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menyuruhku berkain, lalu beliau menggauliku sedang aku dalam keadaan haid.” (HR. Muttafaq alaihi). Yang dimaksud dengan berkain adalah menutup daerah kelaminnya, adapun selainnya maka suami melakukannya karena ia halal dan tidak dihalangi oleh haid.

Bila suami menggauli istrinya yang sedang haid dalam keadaan mengetahui dan sengaja, maka dia melakukan dosa besar, dia wajib bertaubat darinya. Apakah dia wajib kaffarat? Jumhur ulama tidak mewajibkan, cukup dengan taubat saja. Sedangkan Imam Ahmad mewajibkannya, karena menurut beliau hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda tentang suami yang menggauli istrinya dalam keadaan haid, “Bersedekah satu atau setengah dinar.” diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa`i dan Ibnu Majah adalah hadits yang shahih, sedangkan jumhur mendhaifkannya. Wallahu a’lam.

Seorang istri harus menolak ajakan suaminya bila dia sedang haid, tidak boleh membuka diri bagi suaminya untuk melakukan hal itu, hal ini tidak termasuk durhaka kepada suami, karena ketaatan kepada suami hanya sebatas tidak melanggar hukum agama, namun bila suaminya memaksanya sehingga dia tak bisa berbuat apa pun, maka tidak ada dosa atasnya.

Bila masa haid sudah selesai yang ditandai dengan lendir putih atau daerahnya mengering, maka suami baru boleh melakukan hubungan saat istri sudah mandi, karena ayat, artinya, “Dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci dan apabila mereka telah bersuci maka datangilah mereka sebagaimana yang Allah perintahkan.” (Al-Baqarah: 222) menunjukkan hal itu, suci yang pertama adalah habisnya masa haid dan bersuci yang keduanya adalah mandi.

Suami berhak menyuruh istri segera mandi walaupun belum saatnya shalat, misalnya istri suci di jam 9 pagi, menunggu Zhuhur baru mandi masih tiga jam lagi, dalam kondisi ini suami berhak meminta istrinya segera mandi agar bisa melakukan dan istri wajib mematuhi permintaan suami.

Bila istri yang menyelesaikan masa haid tidak mendapatkan air untuk mandi maka dia bertayamum agar segera bisa menunaikan hak suami, karena tayamum adalah pengganti mandi saat air tidak ada dan bila keduanya selesai hubungan dengan tayamum ini, lalu air tetap belum ada maka keduanya tayamum lagi untuk shalat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Mulai Konsultasi
Assalamualaikum, Ada yang bisa kami bantu?