Telinga yang Baik
Suatu saat pasangan hidup, suami atau istrimu, dijamin menghadapi sebuah problem hidup yang dirasakannya berat, problem dari keluarganya atau problem dari pekerjaannya atau problem dirinya sendiri atau problem lainnya, ia menyeret emosi dan menghanyutkan pikirannya, bahkan bisa berimbas terhadap kata-kata dan sikapnya kepadamu dan anak-anak, sebagai suami atau istri yang baik, sudah barang tentu Anda tidak bisa membiarkannya sendiri begitu saja, sebaliknya Anda patut berada di sampingnya dalam upaya minimal meringankan beban keruwetannya, dia sedang memerlukan wadah untuk menampung keluh kesahnya.
Salah satu faktor peringan masalah adalah menumpahkannya, lega rasanya bila siapa yang dikekang masalah bisa menuangkannya, walaupun belum tentu mendapatkan jalan keluarnya, tetapi menumpahkannya sudah terasa melegakan, lebih-lebih bila wadah yang menampungnya adalah orang yang kita cinta, suami atau istri kita, lebih-lebih lagi pada saat proses penumpahan berlangsung, terdapat sesuatu yang menyejukkan hati berupa elusan tangan, rangkulan kasih sayang, dijamin beban seberat apa pun akan terasa ringan.
Telinga yang baik, yang mau mendengar keluh kesah pasangan dengan baik pula, paling tidak menampungnya. Pemilik telinga yang baik akan memasangnya sebelum mulut orang yang ingin berkeluh kesah terbuka menyampaikan isi hatinya. Tidak membebani sesuatu yang berat, tetapi bila dirasa berat sehingga dipandang tak perlu, maka ia bisa melahirkan masalah baru di atas masalah lama.
Sebagian suami atau istri dipandang pandai berbicara, menyampaikan dan mempengaruhi, dia ahli di lahan ini, tetapi bila saat giliran mendengar, dia tidak bisa menjadi pendengar yang baik, telinganya gatal, kedua tangannya membolak-balik koran, memainkan hp atau memandang lurus ke depan sementara hatinya pergi gak tahu ke mana, padahal kita hanya punya satu lidah dan dua telinga, artinya apa? Saya yakin Anda paham.
Saat Hafshah binti Umar menyindir Shafiyah binti Huyay, “Putri Yahudi.” Shafiyah sedih, dia menangis, menumpahkannya kepada suami mereka yaitu Rasulullah, beliau mendengar kesedihan dan keluh kesah Shafiyah, lalu menghiburnya, “Sesungguhnya kamu adalah putri seorang nabi, pamanmu juga seorang nabi dan suamimu adalah seorang nabi, atas dasar apa dia membanggakan diri atasmu?” Inilah teladan mulia, teladan untuk menjadi telinga yang baik.